News

Federasi Sepakbola Indonesia (PSSI) Mengacuhkan Pesepakbola

(Dilansir dari https://fifpro.org/en/rights/indonesian-football-association-completely-ignores-players )

Pesepakbola profesional di Indonesia menghadapi kesulitan yang amat serius dengan beberapa  dari mereka harus bertahan hidup dari hanya menerima sebagian dari upah minimum. FIFPRO terkejut dengan kebijakan dari Federasi Sepakbola Indonesia (PSSI).

Meskipun ada pesan yang jelas dari FIFA dan konfederasi sepak bola Asia AFC bagi Federasi Sepakbola Indonesia untuk bekerja sama dengan klub dan pemain untuk menghadapi tantangan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19, PSSI menolak permintaan dari persatuan pemain lokal APPI dan FIFPRO untuk membahas bagaimana cara terbaik untuk mengatasi krisis ini.

Sebaliknya, dua minggu setelah menangguhkan dua liga teratas pada 15 Maret 2020, PSSI mengeluarkan keputusan yang memungkinkan klub mengurangi gaji pemain hingga 75 persen untuk pembayaran gaji bulan Maret-Juni. PSSI mengambil keputusan ini setelah berdiskusi dengan liga dan klub, tetapi tanpa memberi tahu asosiasi pemain, apalagi mengundang untuk bernegosiasi atas nama para pemain.

Sebagian besar klub menggunakan keputusan ini untuk menurunkan gaji dan berlindung dari tuntutan membuka negosiasi dan kesepakatan dengan pemain. Sejak April, tidak satu pun dari 18 klub membayar lebih dari 25%, sementara ada dua tim membayar tidak lebih dari 10%. Di divisi kedua lebih parah, semua klub (24 klub) hanya membayar antara 10 dan 15 persen pada periode yang sama.

Sebelum pengurangan gaji ini diterapkan, terdapat pemain liga-2 hanya menghasilkan sekitar Rp 2.000.000,-, – Rp 3.000.000,- dimana itupun sudah di bawah upah minimum regional (UMR) kota tersebut yang berkisar di atas Rp. 4.000.000,- Dengan pemotongan gaji 75%, gaji mereka sekarang hanya tidak lebih dari Rp. 750.000,-, yaitu sekitar 17% dari upah minimum.

“SELAMA KRISIS INI, KITA TELAH MELIHAT BAHWA DALAM KEBANYAKAN FEDERASI SEPAK BOLA , TATA KELOLA SEPAK BOLA TIDAK SEBAGAIMANA MESTINYA.”

– oleh Direktur Hukum FIFPRO Roy Vermeer

Selain itu, APPI siap untuk membawa 31 kasus pemain yang terkait deengan hal ini ke NDRC Indonesia.

“Selama krisis ini, kami telah melihat bahwa dalam kebanyakan Federasi Sepakbola, tata kelola sepakbola tidak sebagaimana mestinya. Mereka sepenuhnya mengabaikan pemain sambil mengeluarkan keputusan yang memengaruhi hak-hak dasar pekerja, ”kata Direktur Hukum FIFPRO Roy Vermeer.

“Dalam hal ini khususnya keputusan PSSI adalah suatu penyelewengan. PSSI melakukan intervensi dalam hubungan kerja antara klub dengan pemain tanpa memiliki itikad baik untuk mengundang asosiasi pemain duduk bersama. ”

“Dengan fakta bahwa aturan ini terus berlaku sejak Maret menunjukkan bahwa PSSI tidak peduli dengan standar regulasi internasional yang diterbitlan oleh FIFA dan AFC, dan bahkan lebih-lebih tidak peduli tentang kesejahteraan pemain di Indonesia.”

FIFPRO sudah frustrasi terhadap kegagalan untuk menerapkan Standar Kontrak Pemain di Indonesia. Ini seharusnya diwajibkan oleh semua klub untuk menjamin standar minimum untuk pemain. Namun, klub-klub yang tidak melaksanakan dan mememunhi apa yang disepakati di kontrak pun tidak diberi sanksi oleh PSSI. Ini membuat situasi kebanyakan pemain selama krisis ini semakin rentan dan memprihatinkan.

NEWS AND UPDATES